manusia adalah tempat salah dan lupa

.
.
MANUSIA ADALAH TEMPAT SALAH DAN LUPA
.
Malam itu 2 November 2006, jam 22.05 WIB, di sekretariat “PARADISODA” STIE Malang, Beberapa dari kita tertunduk, beberapa dari kita mengenang, beberapa dari kita berusaha untuk tidak tertunduk atau mengenang, tetapi saat itu kita bersama telah larut kembali kepada saat – saat beberapa hari yang lalu, beberapa hari yang sangat membanggakan, beberapa hari yang menjadi tolak ukur kecintaan kita kepada alam ...hangatnya teh manis gratis dari pengusaha Jeep di Tumpang, hiruk – pikuknya Ranu Pane, lekukan punggungan jalur Konvensional, mempesonanya lembah dan danau Ranu Kumbolo, perih dan pedihnya pandangan kita di Savannah dan Blok Oro – Oro Ombo, beku dan derunya angin Kalimati, sesak dan gelapnya menjelang Arcopodo, curam dan terjalnya dinding – dinding seputaran Kelik, tunggal dan kokohnya Cemoro Tunggal, dominanya warna hitam, putih dan abu – abu menuju puncak, langkah_langkah kaku di Mahameru dan perksanya sang Wedus Gembel Jonggring Seloko... beberapa hari yang telah menjawab seluruh pertanyaan kita tentang “Aku, Kau, Dia dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru”.
.
Setelah segalanya terkuras dan terdera, secercah cahaya syukur dan bangga: kita bentangkan bersama dengan merogoh kembali hal – hal yang telah menjadi kenangan kita bersama. Ceria, murung, perih, terdera, kaku, tercerai – berai, bangga dan lain sebagainya kita bentangkan, kita bentangkan bak lukisan utuh tentang kita dan alam, kita yang sangat sarat dengan keterbatasan dan alam yang penuh akan keperkasaannya.
.
Jaga dan rawatlah kenangan tersebut bersama, agar segalanya tidak menjadi sia – sia, karena dengan segala hiruk – pikuknya peradaban kita sehari – hari, kita akan cenderung lupa dan salah dalam gerak raga dan pikiran, yang akhirnya akan mengubur segala makna kenangan yang telah menjadi bagian abadi dari kita dan dunia kita.“Datanglah dengan salam dan dada membungkuk, pulanglah dengan senyum dan punggung penuh kenangan, karena pertemuan dan perpisahan hanyalah sementara, jika kita benar – benar memahaminya”.
.
~
.
.